Penulis:
Hartanto Boechori
Ketua Umum PJi ( Persatuan Jurnalis Indonesia)
Saya mendapat pengaduan dari wartawan anggota saya di Padang Sumatera Barat, anak buah Gubernur Sumatera Barat menghalang-halangi dan mengusir puluhan wartawan saat acara pelantikan Wakil Walikota Padang di Auditorium Istana, Selasa 9/5/2023.
Pengusiran dilakukan saat belasan jurnalis dari berbagai media telah berada di dalam ruang pelantikan dan acara akan dimulai. Media-media yang tidak terdaftar dalam peliputan, diusir keluar ruangan.
Saya tidak bisa mengerti di era reformasi dan keterbukaan informasi publik ini masih ada Pejabat publik yang tidak tahu aturan, melarang pers meliput kegiatan publik yang dibiayai Negara.
Pejabat publik wajib tahu aturan, bung!
Pejabat publik wajib mengerti, pers bekerja atas dasar aturan hukum undang undang pers dan etika pers. Selama pers bekerja secara professional dan proporsional berdasarkan undang undang pers serta menjalankan Kode Etik Jurnalistik, pers dilindungi hukum.
Pasal 4 ayat 2 undang-undang Pers, “terhadap pers Nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran, serta pasal 3, ”untuk menjamin kemerdekaan pers, pers Nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi”.
Dan pelanggaran terhadap pasal 4 ayat 2 dan 3 ini dapat dipidana, “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah)”, demikian ancaman pidana termaktub dalam pasal 18 ayat 1 undang undang pers.
Rekan rekan jurnalis agar melaporkan dugaan pidana yang dilakukan anak buah Gubernur Sumatera Barat itu dan mengawal kasusnya sampai persidangan. Saya dan seluruh anggota PJI akan mendukung sepenuhnya proses penegakan hukum tersebut.
Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharulla juga harus bertanggung jawab atas “tindakan bodoh” anak buahnya tersebut. Tidak mungkin pegawai bawahan berani mengambil “inisiatif bodoh” tanpa ada perintah atasan.