Penulis:
Hartanto Boechori,Ketua Umum PJI ( Persatuan Jurnalis )
Surabaya.- Selasa 10/10/2023 sejak jam 10.15, jagad maya viral dipenuhi tulisan saya di ratusan media siber. Sebagian besar berjudul “Ketua Umum PJI Hartanto Boechori: Itu Pembunuhan Bung!!! Bukan Kelalaian”.
Di dalamnya berisi “sikap” saya selaku Ketua Umum PJI (Persatuan Jurnalis Indonesia), meminta agar Penyidik Polrestabes Surabaya menerapkan pasal Pembunuhan 338 KUHP dan Pasal 351 ayat 3 KUHP terhadap Ronald/GRT, Tersangka penganiaya dan pembunuh DSA (29), janda beranak 1 yang juga kekasih Tersangka. Kejadiannya di Surabaya Barat, Rabu 4/10 dini hari.
Sebelumnya Ronald hanya dijerat dengan pasal 351 ayat 3 KUHP (Penganiayaan menyebabkan kematian) atau pasal 359 KUHP (Karena kelalaian menyebabkan kematian). Sempat saya pertanyakan, “kelalaian cap apa???!!!”.
Sorenya, hari yang sama, saya diberi kabar, Tersangka Ronald telah dijerat pasal pembunuhan 338 KUHP dan pasal 351 ayat 3 KUHP tentang penganiayaan menyebabkan kematian, sesuai harapan saya termaksud dalam tulisan “sikap” saya.
Mewakili semua anggota PJI, saya mengapresiasi respons cepat tanggap Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Pasma Royce dan Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Hendro beserta jajaran yang telah responsif dan menegakkan hukum yang benar kepada Tersangka Ronald. Tindakan ini tidak hanya mencerminkan keberanian untuk menentukan sikap, tetapi juga menegaskan komitmen Polri menjaga keadilan dan kepercayaan masyarakat.
Masyarakat mengetahui dari berbagai media bahwa ayah Tersangka anggota DPR RI (Anggota DPR RI Komisi IV, namun saat ini yang bersangkutan sudah dicopot oleh partainya, PKB akibat perbuatan keji dan biadab yang dilakukan anaknya).
Tulisan “sikap” itu saya buat untuk tujuan ikut menjaga Marwah Polri. Sebelumnya saya ketahui tengah terjadi polemik dan gelombang perasaan gundah serta potensi ketidak percayaan di tengah masyarakat terhadap Polri atas ketimpangan hukum yang dinilai masyarakat diterapkan kepada Tersangka Ronald yang “anak pejabat”. Walau melakukan penganiayaan dan pembunuhan dengan cara sangat keji serta biadab melewati batas akal sehat dan nurani kemanusiaan, namun oleh Polisi hanya dijerat pasal hukum relatif ringan. Tentunya masyarakat menduga ada korelasi antara ayah Tersangka pelaku yang pejabat dengan ringannya penerapan hukum kepada Tersangka pelaku
Sayapun juga menduga ketimpangan hukum itu terjadi akibat adanya intervensi dari “pihak atas”. Dan untuk itulah saya membuat tulisan “sikap” saya untuk mendukung Kapolrestabes Surabaya dan Kasat Reskrim beserta jajaran Polrestabes Surabaya agar “berani” menerapkan hukum yang sebenarnya bagi Tersangka.
Dalam masyarakat yang demokratis, partisipasi publik dan opini masyarakat bagian penting dari pembentukan kebijakan hukum yang adil dan transparan.
Kecepatan dan ketepatan Kapolrestabes Surabaya beserta jajaran dalam merespons opini masyarakat, sebuah contoh baik tentang bagaimana lembaga penegak hukum seharusnya bekerja untuk menjaga kepercayaan dan keadilan dalam sistem hukum.
Lembaga penegak hukum seyogyanya dapat “menarik” masyarakat bekerja bersama demi menciptakan lingkungan hukum adil dan bermartabat dengan menegakkan transparansi hukum untuk menciptakan iklim kepercayaan masyarakat kepada sistim hukum dan penegak hukum.
Saya harap hukum ditegakkan setegak-tegaknya sampai semua tingkatan hukum dan peradilan, Pers wajib berfungsi sebagaimana amanat Undang undang Pers dan khususnya anggota PJI agar benar-benar “mengawal” penegakan hukum terhadap Tersangka Ronald sampai semua tingkatan persidangan. “Laporkan ke saya bila ada yang ‘menceng’ atau ‘miring’. Kita sikapi bersama”.
Kembali ke belakang, Tersangka Ronald/GRT menganiaya dan membunuh korban DSA (29), janda beranak 1 yang juga kekasihnya, Rabu 4/10 dini hari di salah satu mall di Surabaya Barat dengan menendang korban DSA, “mengepruk” korban dengan botol, mencekik dan tindakan penganiayaan lain.
Setelah itu yang dinilai masyarakat keji serta biadab, DSA yang sudah lemas tak berdaya dilindas dan diseret dengan mobil sampai 5 meter. Setelah itu Tersangka Ronald bahkan memvideo DSA yang sedang meregang nyawa.
Hasil otopsi korban DSA juga relatif sangat parah, menggambarkan kekejian dan kebiadaban pelaku; terdapat luka memar pada kepala belakang, leher kiri kanan bekas cekikan, anggota gerak atas, dada tengah dan kanan, lutut kanan, tungkai kaki atas atau paha, kemudian pada punggung kanan, resapan darah pada perut bawah dan kulit leher kanan-kiri, patah tulang iga ke 2 sampai 5, luka memar pada paru dan organ hati.
Menjadi tanda tanya masyarakat, Tersangka Ronald “yang anak pejabat” itu, hanya dijerat dengan pasal hukum relatif ringan yaitu pasal 351 ayat 3 KUHP (Penganiayaan menyebabkan kematian) atau pasal 359 KUHP (Karena kelalaian menyebabkan kematian). Hal ini yang menyebabkan terjadinya polemik dan gelombang perasaan gundah di tengah masyarakat serta potensi ketidak percayaan di tengah masyarakat terhadap Polri.