Wartadesa Cianjur // Tindakan arogansi oknum petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat (Jabar) kepada anggota PWI dan IJTI kabupaten cianjur, bakal dituntut secara hukum.
Pasalnya saat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Kabupaten Cianjur. Hendak melakukan peliputan dengan secara tiba - tiba oknum petugas BKSDA Jabar tersebut melarang dan meminta menghapus gambar rekaman video sejumlah wartawan yang meliput evakuasi buaya di penangkarannya di Jalan Perintis Kemerdekaan atau Jebrod, tepatnya di Kampung Gunung Calung, Kelurahan Sayang, Kecamatan Cianjur.17/10.
Menurut Ketua PWI Kabupaten Cianjur Ahmad Fikri membenarkan, pihaknya akan mengambil langkah jalur hukum terkait adanya insiden oknum petugas BKSDA yang melarang dan meminta menghapus gambar rekaman video sejumlah wartawan yang tengah meliput evakuasi buaya di penangkaran.
" Memang saat itu, teman – teman wartawan tengah meliput evakuasi buaya di penangkaran, Artinya mereka itu, tengah bekerja di lapangan yang dilindungi oleh Undang-undang. Sementara mereka (BKSDA) juga sama sedang bekerja dilindungi UU. Kita sama-sama, kalau begini jadi curiga, ada apa BKSD dan Pemilik penangkaran. Mestinya insiden ini, tidak boleh terjadi, seharusnya saling menjaga kode etik masing-masing,” ungkapnya.
Menurutnya, permasalah binatang buas tersebut, bukan masalah yang cukup besar, hanya proses evakuasi buaya. Tetapi imbas kejadian itu dapat menimbulkan kontroversi. Diapun mengancam akan segera mendesak pihak Polres Cianjur untuk mendalami dan menyelidiki puluhan buaya sitaan tersebut yang dititipkan di lokasi penyitaan. “Ada apa sih dengan mereka, kita juga harus memastikan jumlahnya berapa, kenapa BKSDA menitipkan puluhan buaya dalam waktu yang cukup lama ditempat penyitaan, ada apa dengen BKSDA Jabar ini,” tegasnya.
Ketua IJTI Korda Cianjur Rendra Gozali. Terkait oknum BKSDA kita semua mengecam tindakan tersebut yang terkesan tidak bijak dengan arogansinya kepada para awak wartawan yang tengah meliput di lokasi penangkaran. “Padahal yang saya ketahui, rekan – rekan jurnalis televisi, cetak, maupun online yang meliput di lokasi penangkaran telah diarahkan untuk mengambil gambar rekaman video diluar garis polisi atau di lokasi aman,” terangnya.
masih Renda, tindakan yang dilakukan oknum petugas BKSDA tersebut merupakan perbuatan intimidasi psikis. Bahkan sempat terjadi kontak fisik dengan menepis alat kerja wartawan yang tengah meliput di lokasi penangkaran.
“Hal ini kembali lagi kepada pemahaman bagaimana mereka dihadapekan dengan teman – teman wartawan yang profesinya dilindungi Undang-undang. Oknum petuga BKSDA itu, sudah terkena undang-undang pers, apalagi dia meminta menghapus gambar rekaman video liputan,” katanya.
Dia berharap agar kepolisian dapat mengusut tuntas kasus BKSDA dan pemilik penangkaran tersebut. Pasalnya, kejadian tersebut, tidak boleh terulang diwilayah hukum Cianjur. Sebab wilayah Cianjur, kulturnya berbeda dengan daerah lain. Karena dari sejak pasca sejumlah buaya di lokasi penangkaran tersebut lepas. Hingga kini masyarakat masih resah karena khawatir dengan masih terdapat buaya lepas yang belum diketahui.
" Saya meminta kepada kepala BKSDA Jawa Barat, agar memberikan pemahaman kepada petugasnya, jika mereka tidak bekerja sendiri ada ruang publik. Karena kalau tidak diketahui berapa jumlah buaya sebenarnya, dan selama ini BKSDA tidak terbuka, mungkin akan menjadi polemik di mata masyarakat di kabupaten Cianjur ".
** Deri Lesmana **